Kejadian
tadi pagi, benar – benar membuat seorang mahasiswa yang sedang melanjutkan
studinya di salah satu PTS di Surabaya itu terhenyak. Bagaimana tidak, pagi –
pagi buta dia di kejutkan dengan keadaan motornya yang kehabisan bensin di
tengah jalan. Kondisi ini di perparah dengan adanyakeadaan jalan di kota
surabaya, yang pada pagi itu kondisi nya benar – benar ramai dengan banyak nya
pengemudi dan pengendara yang menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan
umum.
Tetapi semua keadaan itu berubah
ketika, ada salah seorang anggota kepolisian yang menanyakan tentang kendaraan
yang saya gunakan. Lalu dia sempat memberikan saran kepada saya, agar mengikuti
jalan ini terus lalu menuju pom bensin terdekat. Namun ketika dalam perjalanan
menuju pom bensin tersebut, jalanan surabaya yang sangat ramai membuat saya
menjadi kesulitan untuk menyebrangi salah satu jalan protokol yang ada di
surabaya tersebut. Dengan langkah gontai yang sudah tidak kuat lagi untuk
mendorong motor yang saya gunakan lebih jauh. Kemudian datanglah seorang pria
yang menggunakan masker lalu dia menawarkan bantuannya terhadap saya “mari saya dorong mas”. Tetapi saya
dengan halus menolaknya “maaf mas, saya
bisa kok sendiri” tetapi sekali lagi orang yang menggunakan masker itu
menyatakan “sudah tidak apa mas, mari
saya dorong” dan ketika itu juga saya merasa sangat terbantu. Di pagi hari
yang buta ini, membuat saya sebagai seorang mahasiswa tercengang dengan
kebaikan orang tersebut. Apakah mungkin, di Surabaya yang notabene merupakan
kota metropolitan terbesar ke 2 setelah jakarta ini masih ada orang yang perduli,
terutama pada jam – jam sibuk seperti Jam berangkat kerja, istirahat, maupun
pulang kerja.
Kegiatan yang di lakukan mas – mas yang menggunakan masker ini,
sangat jarang di temui di surabaya kini. Kebanyakan orang – orang metropolitan
lebih mementingkan dirinya sendiri daripada orang lain. Mengapa banyak orang
berpikir demikian? Karena gaya hidup orang sekarang sudah berubah. Dengan adanya
gadget, mampu membuat semua orang berfikir, “aku bisa sendiri kok” tetapi kembali kepada diri kita / personal masing – masing orang.
Ada orang yang hanya menggunakan
gadget pada saat – saat tertentu saja, ada pula orang yang setiap saat
menggunakan gadget. Kebanyakan kaum – kaum sosialita yang berada di surabaya
kini , banyak sekali menggunakan gadget yang sudah bisa di katakan yaitu
smartphone. Keadaan ini semakin membuat kaum tersebut berpendapat “semakin saya menggunakan gadget terbaru,
semakin update dan semakin saya terpandang” berdasarkan pemikiran ini lah
yang membuat kebanyakan orang – orang yang berada di jalan sudah tidak peka
terhadap orang lain. Sebagai contoh lain yang bisa saya temukan yaitu,
penyebrang jalan yang sudah menyebrang pad atempatnya. Tetapi kebanyakan kendaraan
malah tidak mengindahkan apa itu rambu dan zebra
cross. Hal ini membuat para penyebrang jalan yang akan menyeberang merasa
bahwa zebra cross sudah tidak banyak berguna lagi di masa
sekarang. Jembatan penyeberangan juga semakin lama semakin jarang untuk di
gunakan menyeberang. Berdasarkan pertanyaan yang saya ajukan, dia berkata “males mas naik jembatan, udah naiknya
capek. Dan harus turun lagi. Dan juga kadang – kadang rawan juga mas perampokan
di jembatan ini.” betapa mirisnya mendengar perkataan ini. menurut saya
apakah nyawa anda sebanding dengan apa yang anda lakukan ketika anda
menyeberang di jalan raya? Apakah anda siap dengan semua kemungkinan yang ada. Meskipun
pemerintah kota sudah menyediakan jembatan penyeberangan, tetapi kebanyakan
mereka lebih sering lewat jalan bisa dan langsung melompat ke seberang jalan.
Pemerintah kota sedianya telah memberikan pagar pembatas, agar masyarakat lebih
tertib dengan menyebrang jalan di atas jembatan penyeberangan. Tetapi semua itu
hanya pajangan yang bagi orang yang tidak mengerti fungsinya.
Berbicara tentang pagar pembatas, PT
KAI indonesia juga menerapkan batasan, bahwa setiap pengguna jalan raya, wajib
mendahulukan lewatnya kereta api. Tetapi pada kenyataan nya, pagar pembatas itu
hanyalah sebuah pembatas agar kendaraan yang “besar” tidak bisa melewati jalan itu, tetapi bagi kendaraan kecil
seperti kendaraan beroda 2 itu semua haya sebuah peringatan kecil, terbukti
dengan adanya pagar itu, banyak sekali yang dapat saya temukan fenomena
melewati pagar pembatas pintu kereta api. Apakah nyawa anda sebanding dengan ciuman kereta api yang dapat membuat
motor / mobil anda ringsek dengan seketika. Apakah anda tidak menyayangi
saudara atau kerabat anda yang menggunakan kendaraan yang sama dengan anda? Apakah
anda tidak menyadari bahaya yang dapat anda dapat ketika ciuman cacing besi ini
menghantam sisi kendaraan anda?
Sebenarnya PT.KAI sudah memberikan
peringatan agar masyarakat sadar akan bahaya itu, tetapi memang dasarnya
masyarakat Indonesia sendiri yang memiliki pemikiran “Peraturan adalah hal yang harus di lawan” maka, ini lah yang
terjadi. Kecelakaan di mana – mana, motor dan pengendara mobil terseret sejauh
10 meter. Apakah ini salah petugas palang pintu? Apakah ini salah pengguna
jalan? Apa lagi, apakah ini salah sang cacing
besi yang melintasi perlintasan nya? Sebenarnya, siapakah yang perlu di
salahkan dalam hal ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar