Kamis, 19 Juni 2014

Personal Story

            Kejadian tadi pagi, benar – benar membuat seorang mahasiswa yang sedang melanjutkan studinya di salah satu PTS di Surabaya itu terhenyak. Bagaimana tidak, pagi – pagi buta dia di kejutkan dengan keadaan motornya yang kehabisan bensin di tengah jalan. Kondisi ini di perparah dengan adanyakeadaan jalan di kota surabaya, yang pada pagi itu kondisi nya benar – benar ramai dengan banyak nya pengemudi dan pengendara yang menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum.
            Tetapi semua keadaan itu berubah ketika, ada salah seorang anggota kepolisian yang menanyakan tentang kendaraan yang saya gunakan. Lalu dia sempat memberikan saran kepada saya, agar mengikuti jalan ini terus lalu menuju pom bensin terdekat. Namun ketika dalam perjalanan menuju pom bensin tersebut, jalanan surabaya yang sangat ramai membuat saya menjadi kesulitan untuk menyebrangi salah satu jalan protokol yang ada di surabaya tersebut. Dengan langkah gontai yang sudah tidak kuat lagi untuk mendorong motor yang saya gunakan lebih jauh. Kemudian datanglah seorang pria yang menggunakan masker lalu dia menawarkan bantuannya terhadap saya “mari saya dorong mas”. Tetapi saya dengan halus menolaknya “maaf mas, saya bisa kok sendiri” tetapi sekali lagi orang yang menggunakan masker itu menyatakan “sudah tidak apa mas, mari saya dorong” dan ketika itu juga saya merasa sangat terbantu. Di pagi hari yang buta ini, membuat saya sebagai seorang mahasiswa tercengang dengan kebaikan orang tersebut. Apakah mungkin, di Surabaya yang notabene merupakan kota metropolitan terbesar ke 2 setelah jakarta ini masih ada orang yang perduli, terutama pada jam – jam sibuk seperti Jam berangkat kerja, istirahat, maupun pulang kerja.
            Kegiatan yang di lakukan mas – mas yang menggunakan masker ini, sangat jarang di temui di surabaya kini. Kebanyakan orang – orang metropolitan lebih mementingkan dirinya sendiri daripada orang lain. Mengapa banyak orang berpikir demikian? Karena gaya hidup orang sekarang sudah berubah. Dengan adanya gadget, mampu membuat semua orang berfikir, “aku bisa sendiri kok” tetapi kembali kepada diri kita / personal masing – masing orang.
            Ada orang yang hanya menggunakan gadget pada saat – saat tertentu saja, ada pula orang yang setiap saat menggunakan gadget. Kebanyakan kaum – kaum sosialita yang berada di surabaya kini , banyak sekali menggunakan gadget yang sudah bisa di katakan yaitu smartphone. Keadaan ini semakin membuat kaum tersebut berpendapat “semakin saya menggunakan gadget terbaru, semakin update dan semakin saya terpandang” berdasarkan pemikiran ini lah yang membuat kebanyakan orang – orang yang berada di jalan sudah tidak peka terhadap orang lain. Sebagai contoh lain yang bisa saya temukan yaitu, penyebrang jalan yang sudah menyebrang pad atempatnya. Tetapi kebanyakan kendaraan malah tidak mengindahkan apa itu rambu dan zebra cross. Hal ini membuat para penyebrang jalan yang akan menyeberang merasa bahwa zebra cross  sudah tidak banyak berguna lagi di masa sekarang. Jembatan penyeberangan juga semakin lama semakin jarang untuk di gunakan menyeberang. Berdasarkan pertanyaan yang saya ajukan, dia berkata “males mas naik jembatan, udah naiknya capek. Dan harus turun lagi. Dan juga kadang – kadang rawan juga mas perampokan di jembatan ini.” betapa mirisnya mendengar perkataan ini. menurut saya apakah nyawa anda sebanding dengan apa yang anda lakukan ketika anda menyeberang di jalan raya? Apakah anda siap dengan semua kemungkinan yang ada. Meskipun pemerintah kota sudah menyediakan jembatan penyeberangan, tetapi kebanyakan mereka lebih sering lewat jalan bisa dan langsung melompat ke seberang jalan. Pemerintah kota sedianya telah memberikan pagar pembatas, agar masyarakat lebih tertib dengan menyebrang jalan di atas jembatan penyeberangan. Tetapi semua itu hanya pajangan yang bagi orang yang tidak mengerti fungsinya.
            Berbicara tentang pagar pembatas, PT KAI indonesia juga menerapkan batasan, bahwa setiap pengguna jalan raya, wajib mendahulukan lewatnya kereta api. Tetapi pada kenyataan nya, pagar pembatas itu hanyalah sebuah pembatas agar kendaraan yang “besar” tidak bisa melewati jalan itu, tetapi bagi kendaraan kecil seperti kendaraan beroda 2 itu semua haya sebuah peringatan kecil, terbukti dengan adanya pagar itu, banyak sekali yang dapat saya temukan fenomena melewati pagar pembatas pintu kereta api. Apakah nyawa anda sebanding dengan ciuman kereta api yang dapat membuat motor / mobil anda ringsek dengan seketika. Apakah anda tidak menyayangi saudara atau kerabat anda yang menggunakan kendaraan yang sama dengan anda? Apakah anda tidak menyadari bahaya yang dapat anda dapat ketika ciuman cacing besi  ini menghantam sisi kendaraan anda?

            Sebenarnya PT.KAI sudah memberikan peringatan agar masyarakat sadar akan bahaya itu, tetapi memang dasarnya masyarakat Indonesia sendiri yang memiliki pemikiran “Peraturan adalah hal yang harus di lawan” maka, ini lah yang terjadi. Kecelakaan di mana – mana, motor dan pengendara mobil terseret sejauh 10 meter. Apakah ini salah petugas palang pintu? Apakah ini salah pengguna jalan? Apa lagi, apakah ini salah sang cacing besi yang melintasi perlintasan nya? Sebenarnya, siapakah yang perlu di salahkan dalam hal ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar